Halaman

Cari Artikel

Kebutuhan Rumah

Kebutuhan Rumah??? Kala kanak-kanak, Anda tentu tidak menampik bayangan berada di rumah sendiri ketika telah dewasa, lengkap dengan segala perabotnya. Pada titik tertentu, kebutuhan memiliki rumah tak terelakkan lagi dan menjadi ‘sangat’ primer dalam daftar kebutuhan yang harus Anda penuhi. Terlebih bagi Anda yang berkeluarga, ongkangongkang kaki di rumah sendiri tentu merupakan suatu kepuasan hidup. Selain berlindung, bertumbuh dan beraktifitas, rumah bisa jadi alat sosial. Alat sosial di sini berarti bahwa rumah menjadi bagian dan penghuni untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Lebih dan Itu kadangkala rumah menjadi suatu bentuk prestise bagi penghuni di antara sekitarnya.

Kebutuhan rumah tinggal bagi keluarga muda memang dapat dipenuhi dengan mengontrak atau tinggal di rumah mertua. Tetapi cara ini hanya bersifat sementara dan, boleh taruhan, tidak selamanya nyaman dijalani. Selain dibatasi oleh kepentingan orang lain, dalam hal ini si pemilik rumah atau keluarga yang Anda tumpangi, ketersediaan uang Anda yang harus digunakan untuk membayar kontrakan tidak selamanya ada. Pada akhirnya uang yang dikeluarkan sama sekali tidak kembali dalam bentuk yang diharapkan. Rumah masih saja hanya sebatas angan-angan.

Anda jangan lupakan yang satu ml. Salah satu cara mendapatkan rumah tinggal selain membeli rumah baru adalah dengan membell rumah second. Seperti yang disebutkan dalam kata pengantar, rumah secondda pat berarti rumah yang telah dipakal oleh penghuni sebelumnya atau rumah baru yang tidak ditinggali.
Tujuan pembelian rumah second tidak hanya semata-mata Untuk ditempati bersama keluarga. Ada kemungkmnan maksud pembeliannya untuk investasi bukan dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Untuk investasi atau tidak, pertimbangan pembelian bangunan ml harus ekstra hati-hati. Jangan sampal menyesal di kemudian han.

Kenali Kebutuhan Rumah

Kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal berbeda-beda bagi setiap orang. Tdak menutup kemungkinan betapapun Anda terkesan akan rumah baru teman Anda, belum tentu Anda cocok tinggal di rumah yang serupa dengan teman Anda. Rumah yang Anda butuhkan pada akhirnya akan bergantung pada faktor penghuni yakni Anda dan keluarga, kebutuhan, jarak tempuh ke lokasi kerja, dan ketersediaan fasilitas infrastruktur rumah seperti fasilitas pendidikan, pusat belanja, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit serta fasilitas rekreasi dalam Iingkungan.

Lihatlah prioritas kebutuhan Anda! Karena membeli rumah adalah investasi property terbesar dalam hidup Anda, Anda perlu menyediakan waktu menyelidiki kebutuhan Anda yang sebenarnya akan perumahan. Tidak semua kebutuhan Anda sama penting dan mendesak. Jadi, Anda perlu membuat urutan dan skala waktu dalam pemenuhan masing-masing kebutuhan ini.

Tips Trik Membeli Rumah

Tips Trik Membeli Rumah??? Jika anda ingin membeli rumah ada beberapa hal yang haru diperhatikan. Ini penting Apalagi bagi anda yang telah berkeluarga. Lokasi dekat kantor serta dekat dengan sekolah anak adalah impian bagi hampir semua keluarga.

Sayangnya kondisi keuangan tak selalu seimbang dengan keinginan, sehingga ada salah satu yang biasanya harus anda korbankan. Biasanya rumah yang dekat dengan sekolah anak menjadi prioritas utama.

Tak hanya dekat dengan sekolah anak, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan lagi sebelum Anda memutuskan membeli rumah yang cocok dengan anda dan keluarga. 5 faktor yang harus diperhatikan sebelum membeli rumah antara lain adalah:

1. Lokasi rumah yang hendak dibeli haruslah memiliki akses jalan yang layak dan mudah dicapai dalam segala kondisi.

Jangan mudah terpengaruh oleh janji-janji manis dari orang yang hendak jual rumah ataupun iklan developer yang mengatakan bahwa perumahan tersebut dapat dijangkau hanya 5 menit dari pintu tol. Siapa tahu ?, 5 menit yang dimaksud hanya terjadi pada waktu tengah malam disaat jalan lengang. Untuk memastikannya tidak ada salahnya jika Anda melakukan uji coba berkendara di jam-jam sibuk seperti pagi dan sore hari.

2. Pastikan lingkungan rumah dijual tersebut memiliki suasana dan tetangga yang menyenangkan karena di sanalah nantinya Anda akan banyak menghabiskan waktu.

Cobalah menyapa tetangga terdekat Anda sambil Anda bersilaturahmi untuk mendapatkan simpati dari mereka. Biar bagaimanapun, nantinya tetangga adalah orang pertama yang akan dimintai bantuan jika ada sesuatu yang terjadi pada saat Anda di rumah, bukan?

3. Pastikan juga komplek perumahan yang Anda pilih memiliki sarana dan fasilitasr, seperti akses kendaraan umum yang mudah dijangkau, jalan yang lebar, listrik, air bersih yang cukup, keamanan 24 jam, kebersihan, pasar, sekolah, mini market, klinik kesehatan, sarana olahraga, pusat hiburan, taman bermain yang bisa dijangkau dengan mudah.

4. Pastikan rumah dijual tersebut tidak berada pada daerah yang rawan banjir.

5. Terakhir, perhatikan kondisi dan kualitas bangunan rumah secara detil.

Bila perlu, buat daftar untuk melakukan cek terhadap kondisi atap, tembok, kusen, jendela, kamar mandi, saluran air, serta lubang angin.

Apabila 5 langkah ini sudah dilakukan, niscaya rumah yang dibeli akan memberikan kenyamanan bagi Anda sekeluarga.

Pajak Properti

Pajak Properti??? Membeli properti baik secara perorangan maupun melalui developer / pengembang properti, ada pajak-pajak yang dikenakan dari pemerintah kepada anda. Biasanya pajak telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui developer / pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas dan lokasi properti.

Dibawah ini adalah jenis-jenis pajak properti yang dibebankan kepada pembeli properti :

1. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Pajak ini hanya dikenakan satu kali saat membeli properti baru, baik dari developer maupun perorangan. Besarnya pajak 10 persen dari nilai transaksi. Properti yang dipungut  PPN nilainya diatas 36 juta. Jika membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer. Tapi jika membeli dari peroarangan, pembayaran dilakukan sendiri setalah transaksi, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya dan dilaporkan ke kantor pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.

2. PHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan )
Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru atau lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Besarnya 5 persen dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPKTP). Yang perlu diperhatikan disini, NOPKTP di setiap daerah berbeda-beda. Misalnya NJOPKTKP di Jakarta Rp. 60 juta, tangerang Rp. 30 juta, dll
Contoh perhitungan : Nilai transaksi Rp 100 juta di Jakarta.BPHTB yang harus dibayar : 5% x (Rp.100 juta - 60 juta) = Rp. 2 juta. Bila transaksi hanya Rp. 60 juta atau dibawahnya tidak dikenakan

3. BBN ( Bea Balik Nama )
Bea Balik Nama ini dikenakan untuk proses balik nama sertifikat properti yang ditransaksikan dari penjual ke pembeli. Umumnya properti yang dibeli melalui developer, BBN diurus developer dan konsumen tinggal membayarnya. Tapi bila properti dibeli dari perorangan, balik nama diurus sendiri. Besarnya biaya BBN berbeda-beda di setiap daerah, namun rata-rata sekitar dua persen dari nilai transaksi.

4.  PPnBM ( Pajak Penjualan Barang Mewah )
PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah. Properti yang masuk kategori ini , luas bangunannya > 150 m2 atau harga jual bangunannya > Rp 4 juta/m2. Besarnya PPnBM adalah 20 persen dari harga jual, dibayarkan saat bertransaksi. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.

5.  PPh ( Pajak Penghasilan )
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada penjual perorangan. Besarnya 5 persen dari total  nilai transaksi, kecuali transaksi Rp. 60 juta atau dibawahnya penjual tidak dikenakan PPh. Khusus developer, pajak ini dibayarkan melalui PPh tahunan.

6. PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan )
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Tagihannya dilayangkan pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa setempat, dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Adapun pembayarannya harus dilakukan paling lambat enam bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-loket terdekat yang disediakan, atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah. Setelah melakukan pembayaran, harap bukti pembayarannya disimpan. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan wajib pajak belum membayar, maka akan didenda 2 persen per bulan hingga maksimal 24 bulan.

Cara perhitungan PBB :

PBB = 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

NJKP = 20% dari Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOPKP) untuk properti dengan NJOP dibawah Rp. 1 miliar dan 40 % untuk NJOP diatas 1 miliar

NJOPKP = NJOP - NJPOKTP. Perlu dicatat, besarnya NJOPTK ini   berbeda-beda setiap daerah.

Contoh perhitungan :
Rumah di Tangerang memiliki NJOP Rp. 500 juta, sementara Pmda Bogor telah menetapkan NJOPTKP di wilayahnya sebesar Rp. 8 juta.NJOPKP rumah tersebut adalah Rp. 500 juta - Rp. 8 juta = Rp 492 juta.Sedangkan NJKP-nya adalah 20 % x Rp. 492.000.000 = Rp. 98.400.000.Maka PBB yang harus dibayar adalah 0,5% x Rp. 98.400.000 = Rp. 492.000

Legalitas Kepemilikan Tanah

Legalitas Kepemilikan Tanah??? Kepemilikan tanah mengandung 2 aspek pembuktian agar kepemilikan tersebut dapat dikatakan kuat dan sempurna, yaitu :

a. Bukti Surat

Bukti kepemilikan yang terkuat adalah sertifikat tanah, namun itu tidaklah mutlak. Artinya, sebuah sertifikat dianggap sah dan benar selama tidak terdapat tuntutan pihak lain untuk membatalkan sertifikat tersebut. Ketidakmutlakan itu untuk menjamin asas keadilan dan kebenaran. Oleh karenanya, ada 4 hal/prinsip yang wajib dipenuhi dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah yaitu:

1) Status/dasar hukum (alas hak kepemilikan).

Hal ini untuk mengetahui/memastikan dengan dasar apa tanah tersebut diperoleh; apakah jual beli, hibah, warisan, tukar-menukar, atau dari hak garap tanah negara, termasuk juga riwayat tanahnya;

2) Identitas pemegang hak (kepastian subyek).

Untuk memastikan siapa pemegang hak sebenarnya dan apakah orang tersebut benar-benar berwenang untuk mendapatkan hak tanah yang dimaksud;

3) Letak dan luas obyek tanah (kepastian obyek).

Yang diwujudkan dalam bentuk surat ukur/gambar situasi (GS) untuk memastikan di mana letak/batas-batas dan luas tanah tersebut agar tidak tumpang tindih dengan tanah orang lain, termasuk untuk memastikan obyek tanah tersebut ada atau tidak ada (fiktif).

4) Prosedur penerbitannya (prosedural).

Harus memenuhi asas publisitas yaitu dengan mengumumkan pada kantor kelurahan atau kantor pertanahan setempat tentang adanya permohonan hak atas tanah tersebut, agar pihak lain yang merasa keberatan dapat  mengajukan sanggahan sebelum pemberian hak (sertifikat) itu diterbitkan (pengumuman tersebut hanya diperlukan untuk pemberian hak/sertifikat baru bukan untuk balik nama sertifikat).

Prosedur teknis lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendaftran Tanah (PP No. 24 tahun 1997).

Bilamana terdapat cacat hukum, dengan kata lain tidak memenuhi syarat dari salah satu atau lebih dari 4 prinsip di atas, maka konsekuensinya pihak ketiga yang mempunyai kepentingan terhadap tanah tersebut dapat mengajukan permohonan pembatalan sertifikat, baik melalui Putusan Pengadilan ataupun Putusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Selain sertifikat, terdapat pula bukti surat lainnya yang biasa dikenal dengan nama Girik, Ketitir, Ireda, Ipeda, SPPT (PBB) untuk tanah-tanah milik adat atau tanah garapan. Namun, sebenarnya dokumen tersebut bukanlah tanda bukti kepemilikan, tetapi tanda bukti pembayaran pajak. Hal ini dapat membuktikan bahwa orang pemegang dokumen tersebut adalah orang yang menguasai atau memanfaatkan tanah tersebut yang patut diberikan hak atas tanah.

Di dalam prakteknya, dokumen sejenis ini cukup kuat dijadikan dasar permohonan hak atas tanah atau sertifikat, karena pada dasarnya hukum tanah kita bersumber pada hukum tanah adat yang tidak tertulis. Hal ini dapat dilihat pada pasal 5, Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960.

b Bukti Fisik

Ini untuk memastikan bahwa orang yang bersangkutan benar-benar menguasai secara fisik tanah tersebut dan menghindari terjadi dua penguasaan hak yang berbeda yaitu hak atas (fisik) dan hak bawah (surat). Hal ini penting di dalam proses pembebasan tanah, khususnya dalam pelepasan hak atau ganti rugi, dan untuk memastikan bahwa si pemegang surat (sertifikat) tersebut tidak menelantarkan tanah tersebut karena adanya fungsi sosial tanah.

Beberapa hal tentang pembayaran dan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB), guna mencegah kerugian di kemudian hari. Beberapa hal yang perlu diperhtikan antara lain:
  • Pengecekan keabsahan sertifikat tanah di kantor pertanahan setempat dan memastikan rumah tersebut letaknya sesuai dengan gambar situasi di sertifikat.
  • Memastikan bahwa si penjual adalah pemegang hak yang sah atas rumah tersebut dengan cara memeriksa buku nikah dan Fatwa Waris, untuk mengetahui siapa saja ahli waris yang sah, karena harta tersebut adalah harta warisan dari suaminya.
  • Meminta surat keterangan dari pengadilan negeri setempat, apakah rumah tersebut dalam sengketa atau tidak.
  • Meminta keterangan tentang advis planning dari Kantor Dinas Tata Kota setempat untuk mengetahui rencana perubahan peruntukan di lokasi tersebut.
  • Memeriksa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk memastikan apakah renovasi tersebut sesuai dengan IMB perubahannya. Jika tidak bangunan itu bisa disegel atau denda.
  • Memastikan yang menandatangani AJB dari pihak penjual adalah ahli waris yang sah atau setidaknya mempunyai kuasa untuk kepentingan tersebut.

Semua transaksi tanah dan bangunan bisa dilakukan dengan aman apabila sesuai dengan prosedur legal yang berlaku.

Beli Cluster

Beli Cluster??? Anda ingin membeli rumah secara tunai ataupun menggunakan pinjaman dari bank? Bila ya, pertimbangkan untuk membeli rumah yang menempati sebuah cluster. Ini merupakan rumah yang terletak di sebuah kelompok/gugus tertentu. Yang lazim, sebuah cluster diisi tak terlalu banyak rumah.

Sistem cluster beberapa tahun terakhir ini kian populer. Tak semata-mata perumahan mewah saja yang banyak mengusung sistem tersebut. Perumahan menengah pun banyak yang mengusung sistem tersebut. Alhasil, walau tak berkantong tebal-tebal amat, Anda pun bisa membeli rumah di sistem cluster.

Nah, apa manfaat yang bisa Anda petik tatkala menempati rumah di satu cluster? Mari kita simak bersama.

1. Keamanan Anda lebih terjamin. Sudah lazim bahwa dalam sistem cluster, hanya ada satu pintu-keluar masuk. Pintu ini, selama 24 jam, dihuni petugas keamanan. Sudah tentu bahwa tamu yang keluar-masuk lebih terpantau.

Di cluster nan memuat rumah eksklusif, sistem keamanan yang diterapkan lebih ketat. Jangan berharap bahwa orang/kendaraan tanpa kepentingan yang jelas, bisa mendapat izin masuk dari petugas keamanan.

2. Kenyamanan Anda lebih terjamin. Itu terutama bila di dalam cluster tersebut ada fasilitas internal seperti taman besar yang bisa menjadi tempat rekreasi ataupun aktivitas lain, fasilitas olah raga, dan lain-lain—semua ini biasa terdapat di cluster perumahan eksklusif.

Sudah begitu, dengan akses keluar-masuk yang terbatas, lingkungan tentu lebih tenang.

Pun, di cluster eksklusif, suasana asri sering dihadirkan. Jaringan kabel listrik dan telepon pun sering berada di bawah tanah sehingga tak mengganggu pemandangan. Bertambahlah sudah kenyamanan Anda.

3. Hubungan antar-penghuni dalam satu cluster bisa lebih akrab. Ini khususnya di cluster yang tak terlalu banyak diisi unit rumah—misalnya 150-an rumah. Buat Anda yang penat oleh aktivitas, bisa berinteraksi dengan tetangga tentu menjadi selingan yang menyenangkan.

Di sistem cluster, rumah sering tak dilengkapi pagar sehingga meniadakan jarak antar-penghuni.

Agar keunggulan sebuah cluster tetap terjaga, peran penghuni pun diperlukan. Misal, di sebuah cluster yang mengusung tema tertentu, misalnya lingkungan/desain bergaya etnik Bali, Anda tentu seyogyanya ikut menjaga keaslian tema itu.

Antara lain dengan tidak mengubah fasad rumah yang bergaya Bali. Alhasil, di cluster tersebut, tema yang diusung tetap tampil, tidak memudar secara perlahan.

Jenis Bunga KPR

Jenis Bunga KPR??? Istilah-istilah seputar KPR (kredit pemilikan rumah) kadang membingungkan mereka yang hendak membeli rumah idaman via kredit tersebut. Dalam hal sistem bunga KPR, beberapa istilah pun terkadang muncul. Ada istilah bunga mengambang (floating) dan  tetap (fixed).  Selanjutnya, ada istilah sistem bunga efektif dan sistem bunga flat. Tak berhenti di situ, ada pula istilah sistem bunga anuitas. Apa ya persisnya arti istilah-istilah tersebut? Juga, bagi debitur KPR, adakah perbedaan berarti antar-penerapan satu istilah dengan yang lain? Sebenarnya, bila kita mau meluangkan sedikit waktu, tidaklah sulit untuk memahami beberapa sistem/istilah tersebut. Pun, andai kita melangkah ke petugas bank penyalur KPR, sudah pasti mereka akan  menjelaskan dengan fasih.

Kini, mari kita sedikit meluangkan waktu menyimak lebih lanjut pengertian sistem/istilah tersebut. Dengan demikian, saat melangkah ke kantor pemasaran pengembang perumahan ataupun bank untuk menggaet sang rumah idaman, kita sudah memahami sistem bunga tersebut.

1. Sistem Bunga Flat
Bunga flat merupakan satu sistem perhitungan bunga untuk debitur KPR. Dalam hal ini, sedari awal sampai akhir masa angsuran, bunga dipatok tetap di angka tertentu. Misalnya di angka 9%.
Kemudian, nilai bunga dihitung berdasarkan nilai awal utang pokok. Semisal, debitur A mendapatkan pinjaman (utang pokok) senilai Rp150 juta. Sistem bunga flat 9% dikenakan ke A.
Maka, sedari awal sampai akhir masa angsuran, nilai bunga yang mesti dibayar mengacu ke Rp150 juta sebagai nilai awal utang pokok tersebut. Sekalipun masa angsuran tinggal enam bulan dan nilai utang pokok tinggal Rp30 juta, bunga tetap dihitung dengan Rp150 juta tadi sebagai acuan.
Biasanya, dalam sistem bunga flat, bank mematok tingkat bunga lebih rendah ketimbang bunga pasar.
Kini, untuk KPR, boleh dikatakan bahwa sistem bunga flat sudah jarang digunakan. Sistem ini lebih banyak digunakan bank untuk kredit yang masa angsurannya lebih singkat ketimbang KPR. Misalnya kredit pembelian kendaraan bermotor.
Buat debitur KPR, sistem bunga flat sebenarnya membuahkan keuntungan tersendiri. Yakni, nilai angsuran per bulan bisa sama sedari awal sampai akhir.
Hanya, kerugiannya sebagai berikut: bila dihitung secara menyeluruh, total harga yang mesti dibayar debitur kepada bank bisa lebih mahal!

2. Sistem  Bunga Efektif
Sistem bunga efektif juga merupakan satu sistem perhitungan bunga untuk debitur KPR. Dan bisa dikatakan berlainan dengan sistem bunga flat.
Dalam sistem bunga efektif,  nilai bunga dihitung berdasarkan utang pokok yang tersisa—bukan berdasarkan utang pokok awal seperti di sistem bunga flat.
Seperti kita ketahui bersama, dalam angsuran yang mesti dibayarkan debitur KPR tiap bulan, ada dua komponen. Pertama, angsuran utang pokok. Adapun yang kedua adalah pembayaran bunga kepada pihak bank.
Dalam sistem bunga efektif, bunga dihitung berdasarkan utang pokok yang tersisa.
Semisal, debitur B awalnya mendapat KPR dengan plafon Rp150 juta. Di bulan pertama, bunga dihitung mengacu ke angka Rp150 juta sebagai utang pokok tersebut. Setelah lima tahun, utang pokok itu tentu menurun, andaikanlah menjadi Rp100 juta. Maka, besar bunga dihitung dengan pengalian bunga ke Rp100 juta sebagai utang pokok yang tersisa itu—bukan ke Rp150 juta tadi.
Oh, ya, dengan sistem bunga efektif ini, di awal masa angsuran, alokasi /porsi pembayaran bunga biasanya jauh lebih besar ketimbang di masa selanjutnya. Semakin lama masa angsuran, semakin besar pula porsi cicilan utang pokok.
Bagi debitur KPR, sistem bunga efektif kalau dilihat secara keseluruhan bisa menguntungkan dibandingkan sistem bunga flat. Pasalnya, total harga yang harus dibayarkan ke bank bisa lebih murah.
Yang nggak ngenakin ada juga. Yakni, besar nilai angsuran (utang pokok plus bunga) tak tetap, turun-naik mengikuti tingkat bunga pasar.

3. Sistem Bunga Anuitas
Boleh dikatakan bahwa sistem/istilah bunga anuitas merupakan “saudara sedarah” dari sistem bunga efektif. Ya, Anda tepat: bisa dikatakan bahwa bunga anuitas merupakan modifikasi dari sistem /bunga efektif.
Mari kita sekarang mengupas hal tersebut. Dalam bunga anuitas, besar bunga yang mesti dibayar juga dihitung berdasarkan utang pokok yang tersisa—bukan berdasarkan utang pokok awal. Tak ubahnya bunga efektif.
Yang berbeda, dalam bunga anuitas, bank mengatur agar total jumlah angsuran utang pokok plus bunga, bisa sama selama beberapa waktu/periode.
Nah, bila tingkat bunga pasar naik, otomatis tingkat bunga KPR yang disandangkan ke debitur turut naik. Dan perubahan itu berlaku selama beberapa waktu tertentu. Kenaikan tersebut tak bersifat seketika, namun baru berlaku di periode mendatang.
Hal itu berbeda dengan di sistem bunga efektif. Di sistem bunga efektif, kenaikan tingkat bunga KPR langsung diberlakukan di bulan berikutnya, tanpa menunggu habisnya satu periode.

4. Bunga Floating (Mengambang)
Bunga floating bukan merupakan sistem perhitungan bunga. Namun, merupakan sifat bunga yang ditetapkan kepada debitur KPR.
Dengan bunga floating, tingkat bunga yang dikenakan ke debitur tak tentu, berubah mengikuti tingkat bunga pasar. Bila kondisi ekonomi tengah apik dan bunga pasar rendah, bunga KPR bisa rendah—bisa di bawah 10%.
Sebaliknya, bila kondisi ekonomi tengah tak ramah dan bunga pasar naik, bunga KPR bisa pula naik—bisa di kisaran 14%; saat krisis ekonomi dahsyat di tahun 1997-an, tingkat bunga KPR  di atas 25%.

5. Bunga Tetap (Fixed)
Bunga tetap juga merupakan sifat bunga—bukan sistem perhitungan bunga. Dengan bunga tetap ini, tingkat bunga yang dikenakan ke debitur dipatok di angka tertentu. Nah, patokan tersebut lazim berlaku untuk jangka waktu tertentu.
Semisal, kini bank penerbit KPR banyak menawarkan tingkat bunga di bawah 10% yang bersifat tetap untuk masa satu tahun. Ada yang 7%-an, ada pula yang 9%-an.
Dengan pemakaian bunga tetap ini, debitur KPR tentu diuntungkan. Maklum, biasanya, bunga tetap tersebut dipancang lebih rendah ketimbang bunga pasar.
Pun, selama berlakunya bunga tetap tersebut, debitur tentu mendapatkan kepastian nilai angsuran, bukan?

Bunga floating dan tetap, sama-sama bisa digunakan dalam sistem bunga efektif. Kini, bank yang menggunakan sistem bunga efektif lazim menggunakan bunga floating sekaligus tetap.
Dalam hal itu, bunga tetap diberlakukan selama beberapa waktu—misalnya satu tahun ataupun tiga tahun. Usai itu, acuan yang digunakan adalah bunga pasar; dalam hal ini, bunga floating diterapkan.
Sekadar tambahan, belakangan ini, Kementerian Negara Perumahan Rakyat merancang program Fasilitas Likuiditas Perumahan untuk KPR subsidi. Di sini, ada target agar kepada debitur KPR tersebut, suku bunga yang dikenakan bisa bersifat tetap sedari awal sampai akhir masa angsuran. Atau setidaknya sama dengan tingkat bunga BI Rate.

Mudah-mudahan, program tersebut cepat terwujud sehingga Anda yang ingin membeli rumah murah via KPR bersubsidi bisa menenggak kenyamanan karena mendapatkan tingkat bunga rendah dan tetap seterusnya.

KPR Syariah

KPR Syariah??? Tingkat suku bunga KPR (kredit pemilikan rumah)  nan tak pasti memang acap membuat hati debitur kebat-kebit. Maklum, kalau tingkat bunga tersebut tiba-tiba membubung, jelas bahwa nilai angsuran KPR per bulan otomatis naik.

Memang, pihak bank acap menyuguhkan bunga tetap (fixed rate). Namun, itu hanya untuk kurun waktu tertentu, misalnya satu tahun. Usai itu, ya hati debitur mesti kebat-kebit mengikuti tingkat bunga yang sewaktu-waktu bisa menaikkan nilai cicilan.

Sebenarnya, ada cara jitu meraibkan kekuatiran tersebut. Yakni membeli rumah idaman via KPR syariah yang kini cukup banyak ditawarkan perbankan walau memang belum sebanyak KPR konvensional. Yup, begitulah, melalui KPR tersebut, nilai angsuran bisa tetap sedari awal sampai akhir.

Marilah kita sekarang menyimak serba-serbi KPR syariah:
  • KPR syariah tak mengenakan bunga ke debitur. Yang disematkan ke debitur tersebut adalah pembayaran margin keuntungan bagi bank syariah sebagai pihak yang telah menalangi uang pembelian rumah.
  • Umumnya, KPR syariah hanya menalangi pembelian rumah ready stock, bukan rumah indent ataupun yang dalam proses pembangunan. Bank tersebut lalu membeli rumah ready stock itu dari pengembang. Lantas, bersama debitur, pihak bank merundingkan margin keuntungan yang mesti dibayarkan debitur. Kemudian, nilai margin itulah yang pembayarannya diangsur tiap bulan. Jadi, tiap bulan, debitur membayar angsuran dua komponen: pertama, angsuran pembayaran margin tersebut; kedua, angsuran pembayaran harga jual rumah. Seperti telah kita singgung, besar angsuran tersebut tetap sedari awal sampai akhir.
  • Dalam KPR syariah, segala hal memang dilakukan dilakukan secara terbuka: melalui perundingan antara debitur dengan bank. Semisal, ya itu tadi: nilai margin keuntungan buat bank bisa dirundingkan. Pun, andai kata satu saat debitur sulit meneruskan angsuran, jalan keluar hal tersebut bisa dirundingkan dengan bank bukan berlangsung melalui proses sepihak. Dalam hal ini, bila sangat terpaksa, bisa saja rumah tersebut dijual ke pihak lain. Lantas, dari hasil penjualan tersebut, porsi untuk debitur bisa dirundingkan.
  • Biasanya, DP (down payment/uang muka) yang mesti dibayarkan debitur lebih besar ketimbang di KPR konvensional. Namun, belakangan, terkait inovasi produk, bank syariah yang menawarkan DP ringan ataupun 0% pun ada.
  • Apakah layanan KPR syariah hanya bisa diperoleh di kantor bank syariah yang masih berjumlah sedikit? Ternyata tidak karena, belakangan ini, layanan KPR syariah ataupun produk lain bank syariah bisa diperoleh via bank konvensional yang menjadi office channeling.

Itulah sekelumit paparan tentang KPR syariah. Oh ya, sekadar tambahan, nilai angsuran tetap sedari awal sampai akhir tersebut, tidak identik dengan harga yang lebih murah. Pasalnya, kalau dihitung-hitung, bisa saja total nilai yang harus dibayarkan debitur  sedikit lebih mahal ataupun sama.

Hal yang disebut terakhir itu bisa terjadi bila tingkat bunga pasar yang diacu KPR konvensional selama beberapa tahun terakhir ternyata rendah, terus di bawah 10%. Sementara, dalam perundingan nilai margin, debitur dan bank sepakat bahwa dalam beberapa tahun mendatang, kondisi ekonomi tak terlalu bagus sehingga nilai margin tersebut mesti dinaikkan.

Walau begitu, sudah tentu kepastian nilai angsuran plus transparansi yang ditawarkan KPR syariah, bisa menjadi pemikat tersendiri buat Anda. Termasuk menjadi pemikat bagi penganut kepercayaan lain; KPR syariah tak menutup pintu bagi peminat yang non-Muslim.

Pajak KPR

Pajak KPR??? “Wah, lagi2mesti bayar pajak.” Mungkin Anda berkata demikian saat berencana menggaet hunian idaman via KPR (kredit pemilikan rumah). Yah, kurang-lebih begitulah: pembeli rumah via KPR juga mesti bayar pajak ke negara—padahal, sangat mungkin mereka bukan golongan berkantong tebal sehingga meminjam ke bank buat beli rumah.

Nah, kalau kini Anda berencana mengayunkan kaki ke kantor pemasaran pengembang perumahan buat mencari sang hunian idaman, ada baiknya lebih dulu tahu jenis pajak nan kelak mesti dibayar.

Berikut ini sekelumit penjelasan perihal pajak-pajak tersebut.

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
Besar pajak ini 10% dari nilai transaksi/properti. Maka, kalau rumah yang dibeli seharga Rp180 juta, Anda disemati pajak pertambahan nilai sebesar Rp18 juta.
Direktur Pusat RealEstat Budi Santoso menyebutkan, yang lazim, untuk rumah non-mewah, pengembang sudah memasukkan komponen pajak tersebut ke dalam harga jual. Alhasil, saat staf pemasaran menyodorkan nilai tertentu harga rumah, itu sudah termasuk komponen pajak tersebut.
Oh, ya, ada batasan tertentu untuk rumah yang dikenai pajak tersebut. Begini, untuk rumah baru dengan harga tertentu, biasanya tak dikenai pajak itu.
Tahun 2008, ada satu regulasi dari menteri keuangan bahwa rumah sederhana sehat dengan maksimal harga jual Rp55 juta, tidak dikenai pajak pertambahan nilai.

2. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
Pajak ini hanya disandangkan ke rumah mewah dengan kualifikasi tertentu. Dan hanya dikenakan bila Anda membeli rumah tersebut dari pengembang—bukan bila dari perorangan.
Nah, besar pajak tersebut cukup signifikan: 20% dari nilai jual.
Yang lazim, pihak pengembang biasanya belum memasukkan pajak tersebut dalam harga jual. Alhasil, bila Anda disodori harga tertentu oleh staf pemasaran rumah mewah, ingatlah bahwa mungkin pajak sebesar 20% tersebut belum termasuk dalam harga tersebut.
Mengomentari hal tersebut,  Budi Santoso dari Pusat RealEstat berkata: “Pengembang biasanya ingin agar harga rumah mewah tak terlihat terlalu mahal. Maka, dalam penawaran, PPnBM biasanya tidak dimasukkan.”

3. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan)
Bila rumah yang Anda beli melalui KPR berharga melebihi Rp60 juta, maka pajak ini harus dibayar. Nilai pajak ini ditentukan oleh harga jual rumah serta besar Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak di lokasi rumah tersebut.
Sekadar contoh, rumah yang hendak dibeli berharga Rp180 juta dan terletak di Jakarta. Sementara, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk kawasan tersebut adalah Rp60 juta.

Maka, besar pajak tersebut adalah sebagai berikut:

(Rp180 juta – Rp60 Juta) x 5% = Rp6 juta

4. BBN (Bea Balik Nama)
Sudah tentu, SHM (Sertifikat Hak Milik) rumah tersebut mesti dialihkan menjadi atas nama Anda. Adapun nilai BBN tersebut, secara sederhana dan rata-rata, berkisar 2% dari nilai transaksi.

Alhasil, untuk nilai transaksi rumah senilai Rp180 juta tersebut,  penentuan nilai BBN yang mesti dibayar sebagai berikut:

Rp180 Juta x 2% = Rp3,6 Juta

Pindah KPR

Pindah KPR??? Mungkin Anda pernah mendengar tawaran untuk memindahkan KPR ke bank lain. Antara lain melalui iklan di media massa. Lantas, Anda tertarik tawaran tersebut karena tingkat bunga KPR yang ditawarkan lebih ringan. Lumayan, bisa menghemat uang yang harus dibayarkan tiap bulan untuk angsuran KPR.

Namun, benarkah pemindahan tersebut menguntungkan? Tidak mungkinkah bahwa pemindahan tersebut membuat Anda mengeluarkan sejumlah biaya? Nah, sebelum mengambil keputusan untuk memindahkan KPR, tak ada salahnya mencermati sejumlah hal berikut:

1. Cermati tawaran pemindahan tersebut. Apakah bank itu menggratiskan sejumlah biaya seperti appraisal (penilaian aset), akad kredit, notaris, administrasi, dan lain-lain?
Anda tentu ingat bahwa dulu saat membeli rumah via KPR di bank pertama, nilai total biaya-biaya tersebut cukup berarti. Bisa berkisar 3%-5% dari harga rumah. Nah, bila bank pemberi tawaran pemindahan KPR tersebut tak menggratiskan biaya-biaya tersebut, ada baiknya Anda berpikir ulang.

2. Lantas, ada biaya lain yang mungkin mesti dipikul saat memindahkan KPR. Itulah penalti dari bank pertama karena Anda melunasi KPR sebelum waktunya. Nah, cermati: apakah Anda akan dikenai biaya penalti tersebut—sebagian bank mengharuskan debitur  membayar penalti bila melunasi KPR sebelum masa tertentu.
Bila ternyata dipenalti, ada baiknya berpikir ulang karena mesti mengeluarkan uang tambahan. Sekadar contoh, ada bank yang mengenakan penalti sebesar 1% dari sisa utang pokok. Bila Anda dulu mendapatkan kredit sebesar Rp150 juta, dan utang pokok yang tersisa Rp75 juta, berarti harus membayar Rp750.000.

3. Selain biaya-biaya tersebut, Anda mesti memerhitungkan kerepotan yang diperlukan terkait pemindahan tersebut. Apakah Anda akan punya waktu untuk urusan seperti menandatangani akad kredit baru, akta notaris, dan lain-lain?
Ingatlah bahwa memindahkan KPR tak ubahnya mengambil KPR baru. Anda mesti menandatangani dan mengisi sejumlah formulir, menunggu kedatangan petugas bank yang akan menilai aset (rumah) Anda, dan lain-lain.
Memang, bank yang menawarkan perpindahan tersebut biasanya sangat membantu. Bahkan, kalau sertifikat rumah Anda ternyata belum dipecah oleh pengembang (masih berupa sertifikat induk  atas nama pengembang), ada bank yang bersedia membantu membereskan hal tersebut. Alhasil, sertifikat tersebut dipecah oleh pengembang—menjadi atas nama Anda—untuk lantas diserahkan ke bank pengganti.
Tapi, tetap saja Anda harus mengeluarkan waktu dan tenaga ekstra untuk pemindahan tersebut, bukan?
Oh, ya, perlu dicatat pula bahwa memindahkan KPR bisa berarti mendapatkan uang ekstra. Itu terjadi tatkala Anda mendapatkan pinjaman yang besarnya setara nilai baru rumah Anda. Andaikanlah bahwa sisa utang pokok Anda di bank lama Rp75 juta sementara nilai rumah Anda ternyata Rp150 juta—melalui proses penilaian oleh pihak bank. Bila bank pengganti mengucurkan pinjaman senilai Rp150 juta, tentu Anda memperoleh sejumlah dana yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain setelah sebagian digunakan untuk melunasi pembayaran sisa utang pokok.
Namun, perlu diingat pula bahwa program pengalihan KPR biasanya tak berdurasi panjang, hanya ditawarkan selama beberapa waktu. Maka, bila telah mengalkulasi untung-rugi dan memutuskan pemindahan itu, Anda mesti bergerak cepat.
Yang jelas, mengingat kerepotan yang ditimbulkan dan biaya tambahan yang bisa lahir, tak semua orang ingin memindahkan KPR. Seorang eksekutif bank swasta terkemuka pernah menjelaskan bahwa yang banyak terjadi, kalau seseorang tidak puas terhadap layanan bank lama, barulah ia memindahkan KPR. Jadi, motifnya bukan karena tergiur keringanan pembayaran.

Pilihan tentu tergantung ke Anda.

PBB Rumah

Cara Mengurus PBB Rumah??? Bagi beberapa pemilik hunian, nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dirasakan terlalu tinggi. Menurut mereka, ada berbagai alasan yang membuat beban pembayaran pajak menjadi demikian beratnya.

Ada beberapa contoh perihal PBB yang dirasakan terlalu tinggi. Antara lain, pada beberapa lokasi di Bekasi, Jawa Barat. Disini, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah yang dijadikan acuan lebih mahal daripada harga pasar tanah. Otomatis, nilai PBB yang mesti dibayarkan lebih mahal.

Contoh lain, di kawasan elit Menteng, Jakarta Pusat. Disana, banyak warga yang mengeluh bahwa nilai PBB yang mesti dibayar terlalu tinggi. Seorang warga yang memiliki rumah seluas 760 m2, harus  membayar PBB sekitar Rp 5 juta per tahun. Hal ini cukup memprihatinkan. Karena tidak semua pemilik rumah berkemampuan finansial tinggi.

Sebagian besar mereka merupakan pensiunan yang menempati rumah warisan. Bisa juga berasal dari keluarga tak berpenghasilan tinggi yang menempati rumah warisan turun-temurun. Bangunan tempat tinggal ini biasanya berukuran besar.

Apakah kejadian yang dialami mereka juga menimpa Anda? Lalu, apakah kita hanya bisa pasrah? Sebenarnya tak perlu bersikap demikian. Ada pihak berwenang yang membuka pintu pengajuan keberatan dengan langsung memprosesnya. Yang perlu diingat, sang wajib pajak mesti tetap membayar PBB yang dirasakan terlalu mahal tersebut selama pengajuan tersebut belum dikabulkan.

Agar lebih jelas lagi, marilah kita menyimak beberapa hal tentang  proses tersebut:
  • Pengajuan pengurangan nilai PBB ini dapat dilakukan hingga 75 persen. Maksudnya,  pengajuan bisa dilayangkan bila wajib pajak memang tidak mampu membayar. Hal ini berlaku bagi para pensiunan, veteran perang, dan lain-lain. Sementara itu, jika obyek pajak terkena bencana alam, pengurangan bisa diberikan sampai 100% dari jumlah pajak terutang.
  • Dalam hal nilai PBB dirasakan terlalu tinggi karena sesuatu hal, pengajuan ini bisa juga dilakukan. Misalnya ketika NJOP tanah melebihi harga pasar.
  • Pengajuan ini bisa Anda lakukan secara kolektif. Misal, wajib pajak di lokasi yang ber-NJOP tanah melebihi harga pasar maka bisa mengajukan secara kolektif.
  • Jangka waktu penyelesaian pengajuan tersebut oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP), maksimal 60 hari sejak permohonan itu diterima. Bila lewat 60 hari belum ada keputusan, maka permohonan tersebut dianggap diterima.
  • Bila wajib pajak tidak menerima keputusan yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak,  ia dapat mengajukan banding ke Majelis Pertimbangan Pajak.
  • Pengajuan keberatan tersebut tidak menunda kewajiban wajib pajak untuk membayar PBB—seperti yang tadi telah disinggung. Sebab, besar PBB terutang harus dilunasi maksimal enam bulan setelah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) diterima. Bila jangka waktu itu terlewat, maka ada denda sebesar 2 persen tiap bulan.
  • Kemudian, dalam hal data/luas bangunan serta besar NJOP yang tercantum dalam SPPT tidak tepat, wajib pajak pun dapat mengajukan keberatan. Untuk ini, keberatan harus diajukan maksimal tiga bulan sejak SPPT diterima. Bukti-bukti pendukung harus disertakan. Bila setelah 12 bulan tidak ada keputusan dari Kantor Pelayanan Pajak, keberatan tersebut dianggap diterima.

Pajak Pembelian Rumah

Pajak Pembelian Rumah??? Peraturan Pemerintah No. PP 71 / 2008 tentang  Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan menyatakan hal-hal sebagai berikut :

- Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh  orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh).

- Besarnya PPh yang dimaksud adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

- Nilai pengalihan hak yang dimaksud di sini adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan kecuali:

a. dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;

b. dalam hal pengalihan hak  sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

- Dikecualikan dari kewajiban pembayaran  atau pemungutan PPh tersebut adalah:

a. Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a dan huruf b yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b. Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;

c. Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan  tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badankeagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

d. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan;

Sesuai dengan peraturan di atas, maka atas penjualan rumah tersebut terhutang PPh sebesar 5% oleh penjual, kecuali bila penjualan rumah tersebut masuk dalam kategori yang dikecualikan.


Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

UU No. 21 Tahun 1997 sebagimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) menyatakan hal-hal sebagai berikut :

- BPHT adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

- Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

- Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:

a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;

d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karenaperbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

e. orang pribadi atau badan karena wakaf;

f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

- Objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat, dan pemberian hak pgelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

- Tarif pajak yang ditetapkan adalah sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP), yaitu Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek PajakTidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Sesuai dengan peraturan tersebut di atas, maka BPHTB adalah pajak yang dibayarkan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dengan demikian terhutang oleh pembeli, dan tarifnya adalah sebesar 5% . Tidak dikenakan apabila termasuk dalam daftar objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB.

Pajak Penjualan Rumah

Pajak Penjualan Rumah??? Peraturan Pemerintah No. PP 71 / 2008 tentang  Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan menyatakan hal-hal sebagai berikut :

- Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh  orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh).

- Besarnya PPh yang dimaksud adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

- Nilai pengalihan hak yang dimaksud di sini adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan kecuali:

a. dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;

b. dalam hal pengalihan hak  sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

- Dikecualikan dari kewajiban pembayaran  atau pemungutan PPh tersebut adalah:

a. Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a dan huruf b yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b. Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;

c. Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan  tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badankeagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

d. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan;

Sesuai dengan peraturan di atas, maka atas penjualan rumah tersebut terhutang PPh sebesar 5% oleh penjual, kecuali bila penjualan rumah tersebut masuk dalam kategori yang dikecualikan.


Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

UU No. 21 Tahun 1997 sebagimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) menyatakan hal-hal sebagai berikut :

- BPHT adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

- Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

- Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:

a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;

d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karenaperbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

e. orang pribadi atau badan karena wakaf;

f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

- Objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat, dan pemberian hak pgelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

- Tarif pajak yang ditetapkan adalah sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP), yaitu Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek PajakTidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Sesuai dengan peraturan tersebut di atas, maka BPHTB adalah pajak yang dibayarkan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dengan demikian terhutang oleh pembeli, dan tarifnya adalah sebesar 5% . Tidak dikenakan apabila termasuk dalam daftar objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB.

Beli Rumah

Beli Rumah??? Apakah Anda terbiasa membuat daftar sebelum berbelanja kebutuhan sehari-hari? Sebelum mulai berburu rumah idaman, penting bagi Anda untuk membuat daftar realistis tentang isi dari hunian tersebut. Disini, Anda akan mencoba untuk memisahkan apa-apa saja yang menjadi keinginan maupun kebutuhan.

Ternyata setelah dipilah-pilah, kebutuhan dan selera tidak selamanya bisa menyatu dengan baik apalagi kalau sudah menyangkut soal rumah idaman. Belum lagi, selera Anda bisa saja bertentangan dengan suami, anak-anak maupun orang lain yang nantinya akan tinggal bersama di dalam rumah tersebut.

Misalnya, Anda ingin memiliki rumah bergaya neo klasik dengan furnitur yang serba klasik. Namun, suami memimpikan hunian minimalis yang mengesankan imej modern, simpel dan praktis. Sementara itu, anak-anak Anda masih kecil dan mereka membutuhkan rumah yang nyaman untuk bermain, belajar dan istirahat. Kalau sudah begini, baru terasa ya, selera dan kebutuhan masing-masing orang berbeda.

Supaya Anda tidak salah membeli rumah, segeralah membuat daftar kebutuhan dan keinginan Anda sekeluarga seputar deskripsi rumah idaman. Pisahkan daftar antara apa-apa saja yang Anda butuhkan dan yang Anda inginkan. Apabila daftar kebutuhan yang lebih banyak, tidak apa-apa. Dari daftar ini Anda akan mengetahui dengan jelas, rumah idaman seperti apa yang benar-benar sesuai untuk Anda huni sekeluarga. Ayo, tunggu apalagi?

Kebutuhan Anda
  • Ruangan lapang dan nyaman
  • Cukup kamar tidur
  • Ada dapur
  • Ada garasi
  • Ada halaman
  • Ada listrik, PAM
  • Space untuk anak bermain
  • Dekat sekolah/perkantoran
  • Dekat fasilitas umumnya lainnya

Keinginan Anda
  • Ada perabot mewah dan bermerk terkenal
  •  Ada pemanas air, kolam renang, jacuzzi (kecuali untuk alasan kesehatan)
  • Lantai kayu
  • Rumah menghadap ke jalan raya
  • Ada ruangan untuk berkaraoke
  • Ada lampu taman
  • Ada skylights (di satu sisi, memberi penerangan alami di siang hari namun bukan kebutuhan utama)

Beres membuat daftar di atas, sekarang giliran Anda untuk membuat check list saat membangun rumah. Apa saja yang perlu diperhatikan? Ini dia:

* Jangan melanggar jalur hijau
Maksudnya disini, jangan sampai Anda membangun rumah yang sangat luas sampai terlalu maju ke depan jalan demi mendapatkan kenyamanan. Anda tentu tidak mau kan disalahkan di kemudian hari gara-gara rumah Anda melanggar jalur hijau? Salah-salah, bangunan rumah Anda harus dirubuhkan/dihancurkan.

* Pikirkan juga daya jualnya
Sesayang apapun Anda pada rumah ini, pasti akan ada waktunya Anda meninggalkan rumah ini. Misalnya karena keadaan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pikirkan bangunan yang terbaik menurut kebutuhan dan keinginan Anda serta selera pasar. Misalnya untuk 3 kamar tidur, Anda bisa menyediakan 1 kamar mandi. Lalu, Anda bisa membangun garasi, selain untuk menyimpan mobil, bisa juga sebagai gudang/alternatif ruang kerja, dan sebagainya. Jadi ketika Anda jual rumah tersebut, calon pembeli akan melihat cukup banyak ruangan yang multifungsi.

* Hemat biaya, termasuk ketika mencari kontraktor
Jika Anda ingin menghemat biaya dalam membangun rumah, cermatlah dalam mencari kontraktor. Jangan sampai Anda membuang banyak uang untuk mendapatkan kontraktor yang terbaik.

* Siap-siap menanggung keterlambatan
Membangun rumah berarti menghadapkan Anda pada beberapa pekerjaan seperti menyediakan dana, membeli dan menyuplai bahan bangunan, memonitor cara kerja kontraktor dan buruh bangunan. Jika Anda teledor mengurus salah satunya, bisa-bisa pembangunan rumah terbengkalai. Misalnya, dana habis atau bahan bangunan kurang, dan lain-lain.

Trik Beli Rumah

Trik Beli Rumah??? Membeli rumah berarti juga memikirkan banyak aspek yang akan menyertainya, mulai dari sisi hukum, keuangan hingga emosional Anda sebagai penghuninya. Jadi, jangan tunggu diri Anda mengalami kesalahan membeli rumah gara-gara mengesampingkan tiga aspek diatas ya. Disini, kami sudah membuat daftar kesalahan yang tak sepatutnya terjadi (Jadi, jangan sampai tindakan Anda termasuk didalamnya ya!). Hmm, apa saja itu?

- Berlari sebelum berjalan. Artinya, jangan sampai Anda melupakan persiapan sebelum memutuskan membeli rumah, seperti terlalu buru-buru melihat rumah, meneliti iklan rumah yang ada di katalog, surat kabar maupun di situs penjualan properti.

Kalau sudah begini, bukan kemudahan dan keuntungan yang Anda dapatkan malahan sebuah bencana. Mereka yang kurang sreg dengan rumah barunya kemungkinan akan berkomentar seperti ini, ”Ah, bukan rumah ini yang saya inginkan”, “Ternyata ada rumah lain yang lebih bagus dan saya baru menemukannya”,  “Harga rumah ini terlalu mahal” dan sederet keluhan lainnya.

Well, kalau ini semua terjadi pada Anda, apalagi yang bisa Anda lakukan selain tetap tinggal rumah tersebut? Makanya, pikirkan lagi hal-hal penting lain yang bisa Anda temukan sebelum membeli dan mendiami rumah tersebut. Misalnya, Anda perlu berdiskusi dengan anggota keluarga untuk menanyakan pendapat mereka ataupun apakah Anda bisa menyerahkan biaya renovasi kepada si penjual rumah sehingga Anda bisa membeli rumah tersebut dalam keadaan yang lebih baik/lebih layak.

- Terpaksa mengeluarkan uang banyak untuk membeli rumah. Tentu saja, Anda tidak mau kan punya rumah yang kecil dan jelek? Bila Anda ingin membeli rumah second, carilah penjual yang juga menyediakan furnitur di dalamnya. Harga rumah yang Anda beli akan sepadan dengan apa yang Anda dapatkan di dalamnya. Rumah yang bersih, nyaman plus furnitur yang mendukung besar rumah tersebut. Jadi, Anda bisa menghemat uang untuk pembelian perabot. Kalaupun perlu membeli perabot yang baru, Anda bisa membatasi pembelian perabot yang benar-benar diperlukan saja.

- Terlambat menyadari Anda perlu agen. Apa jadinya ketika tak ada satupun rumah Anda beli, sementara Anda benar-benar membutuhkan rumah baru dalam waktu segera? Tentunya Anda baru terpikirkan untuk menggunakan jasa agen properti bukan?

Kini, menemukan agen tidak sesulit yang dibayangkan. Anda bisa mencari mereka melalui katalog rumah, situs penjualan rumah dan surat kabar. Namun, jangan sampai Anda terjebak dengan penggunaan agen ini. Pastinya, Anda ingin segera mendapatkan rumah yang sesuai dengan keinginan, bukan? Selain menggantungkan informasi dari agen, cari tahu juga harga pasaran rumah tersebut sesuai lokasi, luas tanah dan bangunan berikut fasilitas di dalamnya. Sehingga Anda tidak akan kecewa dengan jasa agen dan mendapatkan rumah idaman sesegera mungkin.

- Menunggu dan menunggu rumah idaman. Rumah idaman boleh menjadi impian, namun bukan berarti Anda menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkannya. Banyak pembeli tidak sadar melakukan kesalahan ketika ingin mendapatkan impian rumah idamannya. Hasilnya, keinginan mendapatkan rumah yang berlokasi strategis, gaya rumah, ukuran, kondisi dan fasilitas di dalamnya. Karena saking inginnya membeli rumah impian, banyak dari masyarakat kita yang mengulur waktu dan tenaga saat mencari rumah. Kalaupun sudah menemukan hunian yang kira-kira pas dengan idaman, mereka cenderung mencari yang lain dengan harapan dapat menemukan yang lebih baik lagi.

Akibatnya, harga tanah dan rumah akan semakin meningkat (mahal) dan ujung-ujungnya, membeli rumah di bawah standar rumah idaman. Alasannya karena sudah lelah mencari dan sebagainya.

Anda tentu tidak mau terjebak dalam keadaan seperti ini, bukan? Kuncinya, fokuskan pencarian rumah idaman dengan menetapkan yang Anda mau dan Anda butuhkan. Lalu, seleksi rumah mana saja yang kira-kira cocok dengan impian Anda.

- Jangan lupa cek dan ricek. Maksudnya, disini Anda perlu melakukan pentingnya mengecek keadaan rumah saat pertama kali melihat dan ketika hendak membayar rumah yang Anda beli. Mengecek lebih baik daripada harus merenovasi sendiri, bukan? Paling tidak, Anda bisa menghemat biaya renovasi Rp 2.000.000,- hingga Rp 5.000.000,- untuk kerusakan-kerusakan kecil di rumah.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...